Me and Food vs The World

tumblr_mzh599KfRt1tpji3io1_540

Ndut. Panggil saja aku begitu.
Entah kenapa beberapa waktu ini merasa lebih akrab kalau dipanggil “Ndut” daripada dengan nama sendiri, Dana, Dan, Anjani, atau Seksi, (Iya, ada yang manggil aku seksi, mungkin dia lagi mabuk tape ubi). Mungkin ini yang namanya pergeseran makna itu ya. Padahal “Ndut” punya konotasi yang sebenarnya, negatif. Ndut = Gendut = Orang yang punya badan tambun, biasanya karena kelebihan lemak.

Tapi aku sendiri nggak pernah keberatan dengan panggilan ini. Anehnya, aku justru suka, sangking sukanya, aku bahkan me-request beberapa teman untuk memanggilku dengan nama itu. Jelas aku nggak keberatan, karena badan ini sudah cukup berat, apalagi beban rindu. ehh.

Menjadi gemuk atau punya bobot tubuh yang bikin timbangan nangis, memang bukan mimpi perempuan manapun. Ya kali, ada gitu perempuan yang dengan sadar memproklamirkan keinginannya untuk gemuk? “Pokoknya, demi apapun di dunia ini, demi mi ayam bakso yang ditaburi pangsit dan sambal, aku harus gemuk,” Ada gitu perempuan yang bilang gitu. Ya nggak lah…

Bagiku, selain cinta dan uang, makanan adalah hal ketiga yang nggak boleh ditolak di dunia ini. Tapi bukan berarti, perut harus terus diisi dan mulut nggak berhenti mengunyah. Makan lah secukupnya, jangan berlebihan sampai terbuang. Inget, ada banyak orang di luar sana yang harus nahan lapar berhari-hari karena nggak punya bahan makanan. Inget!

“Makan cukup dan nggak berlebihan, kok bisa gemuk?”
Well, basically, gemuk itu bukan larangan agama, dan undang-undang. Daaaan, bukan berarti orang yang makan cukup dan nggak berlebihan nggak bisa gemuk.
Gemuk itu anugerah, nggak semua perempuan punya kemampuan menyerap serat dan nutrisi makanan dengan cepat, lalu diolah jadi daging. Iya, nggak semua. Jadi jangan pernah anggap remeh sama perempuan dengan kemampuan begitu.

Aku juga.
Kalau boleh jujur dari lubuk usus besar yang terdalam, aku pernah kurus. Iya, kurus. Itu sekitar masih sekolah, sampai semester dua di kampus. Jadi kira-kira, aku pernah kurus selama 20 tahun. Lama kan?
Ini juga yang bikin tiap ketemu kawan sekolah, mereka selalu ngeliat aku kayak lihat Ikan Paus yang gagal diet. Nasib.
Tapi aku selalu bisa nerima sambil ketawa dan bercanda, sih. Walaupun ada luka di dalam diri ini yang seakan disiram air garam. eeaaa

Aku bisa aja balik seperti dulu, punya badan kurus, tapi, yang jadi masalah adalah… Aku nggak bisa nolak makanan (selain sayur).
Menurutku, nolak makanan dan menahan diri untuk menikmati makanan itu sama seperti menolak anugerah Tuhan yang Maha Enak.
Rasanya mending musuhan sama dunia daripada harus nahan diri untuk nggak makan. Isi Instagramku pun penuh sama makanan. Sampai ada beberapa kawan yang bilang kalau akunku nggak beda dengan daftar menu restoran.
Bagiku, makanan itu indah. Itulah sebabnya motret makanan bukan perkara mudah. Bukan asal jepret lalu nyicip, dan pulang.
Memotret makanan itu sama seperti mengabadikan sesuatu yang mampu mengubah mood dan suasana hati, jadi baik, atau malah jadi buruk.
Nggak bisa sembarangan pilih angle. Sudut yang diambil pun harus yang benar-benar bisa bikin orang lain selera untuk nyobain. Bukan jualan. Tapi ada rasa senang tersendiri ketika ngobrol tentang makanan.

Mencicip makanan pun sebenarnya mirip dengan mencintai.
Kau harus tau caranya. Jangan terburu-buru, dan jangan asal-asalan. Kau harus menikmati tiap tahap yang ada, tiap waktu yang tersedia.
Walau akhirnya kau akan bosan dengan sendirinya. (demotivation mode: activated)

Ini juga yang jadi satu masalah yang sebenarnya nggak ribet-ribet amat. Gemuk adalah perkara pilihan, kata orang yang udah terlanjur gemuk dan malas diet.
Beberapa kawan bahkan nawarin tips diet yang aman. But, masalahnya adalah, dietnya memang dijalani, tapi, mi ayam bakso, ramen, atau ice cream tetap nggak bisa ditinggalkan. Semacam guilty pleasure, sih memang.

Sampai hari ini, niatan untuk menurunkan bobot badan masih ada. Tapi apa boleh buat, dunia kuliner sekarang makin berkembang, dan aku masih nggak doyan sayur. Minum air lemon tiap pagi pun mulai jadi rutinitas sekarang, selain merindukan kamu, tentunya.

and well,
Pilihannya sekarang adalah memilih makanan yang lebih sehat, dan meninggalkan berbagai makanan berlemak.

Tapi, pertanyaannya adalah, mau atau nggak? Bukan bisa atau nggak.
But at the end of the case, You always have a choice, right?

2 Comments Add yours

  1. sevi ginting berkata:

    Karena aku sudah lihat doyan makanmu, aku lebih tertarik untuk tahu, “kamu” yang selalu disebut-sebut itu siapa namanya, Ndut?

    Suka

    1. danaanjani berkata:

      Kamu, yang mana ini?
      Tetiba memoriku terasa penuh, saudara Sepfi…

      Suka

Tinggalkan komentar