Ada satu saat, dimana kau akan melakukan apapun untuk mengingat kapan dia lahir. Kapan hari lahirnya, hanya untuk nanti, kau punya alasan untuk mengiriminya pesan singkat, atau sebuah panggilan sederhana.
Hingga kemudian, kau kembali merindukannya. Dia yang mungkin tak sedetik pun melihatmu ada, dan memaknai usahamu untuknya. Untuk cinta yang kau kira ada, tapi tak juga dia rasa. Lalu kemudian kau hanya mampu membola-balik segala lembaran lama. Saat kalian masih berteman saja, tanpa kata sayang atau cinta yang merusaknya.
Di saat itu, kau akan mengakui, kau masih dan akan terus merindukannya. Seberapa keras pun kau berusaha, kau masih saja mengingatnya. Tawanya, candanya, raut wajahnya ketika serius dan panik, lalu aroma parfum kesukaannya. Kau lalu teringat akan semua hal kecil yang membuatmu mencintainya. Tapi dia tak pernah tau. Dan kau ingat, sudah belasan bulan kau lewati hanya dengan menyaksikannya dari jauh. Tapi kau tau, kau tak bisa berbuat apapun untuk itu.
Diam-diam, kau menandai kalender di meja kerjamu. Sebuah tanggal dengan namanya. Tanggal yang sudah kau siapkan untuk mengiriminya pesan, sebagai seorang teman lama. Tapi kau sadar, ada cinta yang begitu besar di dalamnya. Tapi kau bisa apa?
Ada saat dimana kau mulai menyukai apa yang ia senangi. Musik, film, buku hingga kebiasaannya. Kau mulai merindu dengan cara yang absurd. Tapi kau masih saja menampik saat ada yang bertanya, apa kau masih mencintainya? Kau terus jawab tidak, kau pun boleh jawab tidak. Padahal disana, di dalam hatimu, selalu ada dia. Dia yang membuatmu tak mampu melihat orang lain dengan istimewa. Karena dia telah menjadi dan masih saja jadi yang paling istimewa bagimu.
Lalu kau tau, dia pun tak akan pernah tau. Seperti halnya masa lalu yang ingin segera tergerus. Langkahnya pun segera melaju, jauh darimu. Lalu rindumu pun makin menggebu.
Dan akan tiba saatnya, kau berpikir, andai aku tak mencintaimu sedalam ini. Andai aku tak mengungkapkannya waktu itu, andai aku tak nekat mengecup pipi chubby mu. Andai aku masih bisa menahan rasa ini. Andai saja aku mampu di saat itu.
Mungkin sekarang, kita masih sering berchating ria, berkirim kabar tentang pekerjaan dan masa depan.
Mungkin saja sekarang, ah, mungkin saja, itu jadi tidak mungkin sekarang.
Mungkin saja, tapi kau bisa apa?
SukaSuka
:)))
SukaSuka