Untuk orang yang tidak fanatik pada jalan-jalan, bagiku liburan keluar kota adalah salah satu hal yang cukup jarang terjadi. Alasannya gampang, aku bukan orang yang begitu gila pada menikmati perjalanan dan jalan-jalan jauh. Tapi bukan berarti aku menolak liburan keluar kota. Karena pada akhirnya, kegiatan jenis ini bisa menaikkan semangat dan mood yang konon sedang terombang-ambing bak pelepah pisang di tengah laut.
Bukan salah satu kota di Pulau Jawa, melainkan kota di sebelah Kota Medan, agak naik sedikit, Berastagi.
Perjalanan ini pun bisa dibilang cukup mendadak karena tidak ada persiapan yang terlalu. Aku dan Wina, partner perjalananku, melakukan perjalanan ini dengan sepeda motor. Mengingat jarak kota ini yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari Medan. Hanya dua jam perjalanan jika kondisi lalu lintas sedang normal.
Jam delapan pagi, sebelum bergerak naik ke Tanah Karo, kami memutuskan untuk sarapan dulu di tempat yang disebut Wina sebagai Warintek. Lokasinya dekat dengan Simpang Setiabudi, Jalan Dr. Manshur.
Seperti kebanyakan warung sarapan pagi, tempat ini pun menyediakan lontong dan nasi gurih dengan ragam lauk, sesuai dengan keinginan. Aku memesan lontong sayur dengan lauk telur Rp 13.000. Porsinya cukup besar untuk menjadi bahan bakar sepanjang perjalanan.

Selesai sarapan, kami bergerak menuju Berastagi. Cuaca yang masih cukup sejuk, dan lalu lintas yang sudah tidak semacet tadi pagi agaknya cukup mempercepat perjalanan kami. Wina giliran bawa motor untuk perjalanan pergi, sedangkan aku akan nyetir saat pulang nanti.
Sejujurnya ada perasaan takut saat kami mulai memasuki jalan naik ke Tanah Karo. Bukan apa, meskipun motorku masih terbilang baru, tapi baru kali ini dia dibawa untuk perjalanan sejauh dan menanjak seperti ini. Tapi Wina selalu meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Mendekati Sembahe, kami bertemu dengan razia lalu lintas polisi setempat. Seperti biasanya, jika ada razia semacam ini, pengendara yang dari arah berlawanan pasti memberikan info tentang razia ini, supaya kami yang akan menuju kesana berhati-hati. Atau, jika surat-surat kendaraan kami tidak lengkap, sebaiknya mundur.
Beberapa motor yang berada di depan kami pun memilih untuk putar balik. Kami? tentunya melanjutkan perjalanan, surat-surat kendaraan adalah hal utama yang kami persiapkan sebelum berangkat.
Ya, karena sebaiknya jika melakukan perjalanan dengan kendaraan sendiri, lengkapi lah surat-surat kendaraan yang dibawa, baik SIM dan STNK. Agar perjalanan lebih menyenangkan dan tanpa kendala.
Tujuan pertama kami adalah tempat pasteurisasi susu sapi, atau yang dikenal dengan Gundaling Farm. Di tempat ini, selain bisa melihat sapi (ya iyalah, namanya juga pasteurisasi susu sapi), pengunjung juga bisa menikmati ragam olahan susu sapi. Diantaranya yogurt bermacam rasa, es krim, dan tentunya susu segar. Tersedia juga deretan bangku untuk menikmati langsung olahan tersebut sambil bersantai. Oiya, karena area ini memang memiliki kandang sapi yang ukurannya cukup besar, jadi jangan heran kalau ada banyak lalat disini.


Karena tidak diperbolehkan untuk melihat dan berinteraksi dengan sapi-sapi di peternakan ini dari jarak dekat, kami pun tidak menghabiskan banyak waktu disini. Tapi secara garis besar, Gundaling Farm ini cocok untuk dijadikan sebagai salah satu tujuan belajar dan liburan, sembari menikmati es krim yang segar.
Main ke Tanah Karo kali ini, aku dan Wina punya tujuan kedai kopi yang berbeda. Aku dengan Jabu Berastagi, dan Wina dengan Biji Hitam.
Menikmati kopi di dataran tinggi memberikan sensasi tersendiri. Menyenangkan, dan nyatanya biji kopi lokal dari daerah ini juga enggak kalah nikmat.


Jabu memiliki interior yang didominasi dengan ornamen kayu. Tentunya membuat kafe ini lebih naturalis didukung dengan suasana gunung yang sejuk. Disini, ada banyak varian kopi yang disajikan, mulai dari espresso base, hingga manual brewing. Untuk makanan, kombinasi western dan makanan Indonesia bisa dicoba disini. Tapi karena aku dan Wina sudah cukup kenyang dengan makan siang di salah satu kafe sebelumnya, kami hanya menikmati Creme Brulle disini.
Selesai ngopi, kami pun memutuskan untuk pulang. Di perjalanan, kami singgah sebentar untuk memetik stroberi di salah satu ladang milik warga yang memang disediakan. Di daerah ini, ada banyak ladang warga yang memang menawarkan pengunjung untuk memetik stroberi sendiri. Bayarnya? Sesuai dengan banyaknya stroberi yang dipetik. Untuk ladang yang kami datangi, harga stroberinya Rp 10.000/100 gram.

Perjalanan ke Berastagi dengan motor beberapa hari lalu memang memberikan pengalaman yang lumayan banyak buatku. Maklum, selama ini jika liburan atau menempuh jarak relatif jauh, aku selalu bersama keluarga. Kali ini, aku lakukan berdua dan dengan mengendarai sepeda motor. Sesuatu yang masih baru pertama kali aku lakukan, tapi malah sangat menyenangkan.
wah, kalau ke brastagi emang biasanya naik sepeda motor sih, selain bebas dan bisa kemana mana juga, soalnya juga kalau ke pemerasan susu sapi berastagi juga ga ada kendaraan umumnya juga, ya pastinya lebih seru naik sepeda motor 😀
SukaSuka
Terakhir kali ke Pasteurisasi susu sapi, cuma bisa menikmati es krim dalam bentuk cup. Eh, sekarang sudah ada yang centongnnya. Jadi pingin balik kesana nih..
SukaSuka
gimana kalau abis ini jalan jalan naik motornya ke Sibloga? :v
SukaSuka
yoklaaah
SukaSuka