“I believe that each person has a favorite place, a tree, a mountain, or a beach which they want to come back to, even if the return can only take place in the boundaries of their imagination.” ―
Bagiku, mengunjungi sebuah tempat adalah menikmati tiap detik yang dihabiskan disana. Rasa makanannya, kenyamanan tempat, hingga suasana yang bisa dibangun saat kau hanya sekadar duduk dan menyaksikan sekitar. Literally enjoying time that is well spent. Maka tak jarang, saat datang ke suatu tempat aku memilih untuk melipir sendirian. Benar-benar menikmati “rasa” yang diciptakan tempat tersebut. Terutama, jika tempat itu menyajikan kopi yang enak.
Minum kopi memang tidak perlu selalu dilakukan di tempat-tempat fancy kekinian yang banyak digandrungi milenal. Kadang warung pinggir jalan, juga menyajikan kopi yang nikmat dengan caranya sendiri. Walau tak jarang, pilihan tetap jatuh pada kedai kopi yang nyaman dengan pendingin ruangan, dan jauh dari hiruk pikuk kendaraan.
Menyambangi Budaya Coffee Cabin minggu lalu laksana sebuah flash back pada secangkir latte yang kusesap waktu itu, tepatnya tahun lalu. Bedanya hanya warna furnitur yang sekarang berubah natural, tak lagi putih seperti dulu. Tapi rasa nyamannya masih sama. Ditambah dengan aroma petrichor dan musik yang asik. Kopi akhir pekanku jadi sedikit lebih indie dari biasanya.

Berkeliling di Budayaland tak akan lengkap jika tak sekalian singgah ke kafe ini, Budaya Coffee Cabin yang letaknya di sebelah wahana archery. Dengan ornamen full kayu dan pepohonan rindang, kafe ini juga kerap jadi salah satu tujuan berfoto. Bukan apa, tempatnya memang bagus, makanan enak dengan tampilan catchy, plus, suasana segar yang menjadi pelengkap kala sedang bersantap ria. Ada rasa yang sulit dijelaskan saat kau duduk di salah satu bangku kayu yang disediakan di terasnya, memandang langsung ke arah pabrik besar yang letaknya tak jauh dari Budayaland area. Tapi kau malah tetap bisa menghirup udara segar yang ada, tak peduli di ujung sana ada pekat yang menjulang.
Segar dan melegakan dengan cara yang begitu unik. Ditambah dengan segala pengisi perutmu yang membuat makin betah, tak ingin kembali ke ramainya Kota Medan. Barangkali, itu yang kurasakan disana. Meskipun di hari kedatangan kami hujan mengguyur dengan anggunnya, suasana damai tetap tidak berkurang.
Sip and Gulp at Cabin
Aku selalu punya pemikiran yang cukup idealis terkait kedai kopi. Terutama dari segi rasa dan pelayanan. Dua hal yang harus saling melengkapi, dan harus sama-sama bagus. Bagiku, saat suatu tempat berani untuk mengusung nama “Coffee” atau “Kopi” pada namanya, maka mereka harus bisa menjamin, kopi yang mereka sajikan memiliki cita rasa yang layak. Layak dari segi rasa, layak dari segi penyajian, dan tentunya layak dari segi product knowledge dari peramu kopi itu sendiri.
Terkesan sederhana, namun nyatanya masih ada saja kedai kopi yang melupakan salah satunya. Aku pernah mengunjungi sebuah kedai kopi yang saat kutanya produk kopi yang mereka sajikan, mereka justru menyebutkan nama suplier kopinya, bukan jenis kopinya. Atau, aku pernah memesan Ice Cappuccino, tapi yang datang justru Ice cappuccino dengan es batu yang di-blend dan ditaburi potongan roti tawar. Sayangnya, aku bukan orang yang senang mengeluh untuk pesanan yang kudapat. Aku lebih sering menanyakan kembali apa ini memang item yang kupesan. Sambil memastikan, bahwa kru kafe tersebut benar-benar tahu produk yang mereka jual.

Di kunjungan bersama teman-teman Blogger Medan pekan lalu, aku kembali menyesap Caffe Latte mereka yang nikmatnya ternyata belum berubah. Hal yang aku suka dari sajian latte mereka adalah steam milk-nya yang menurutku sempurna. Kenapa? Karena hingga hampir 10 menit, foam di minumanku masih sangat cantik. Pernah enggak kamu memesan Caffe Latte atau Hot Cappuccino di coffee shop, tapi sebentar saja foamnya turun dan menjadi bubbly? Aku lumayan sering. Makanya, saat memang benar-benar ingin memotret minumanku, aku akan langsung sigap mengambil kamera begitu kopiku disajikan. Kopi pesananku ini sendiri sebenarnya tidak langsung disajikan di meja, karena aku masih sibuk memotret area bar. Jadi cangkir kopiku cukup lama kubiarkan. Tapi lihat bagaimana tampilannya yang masih cantik dan berkilau.
Caffe Latte mereka sendiri memang bisa dibilang sebagai signature drink yang paling sering dipesan pengunjung. Kopi yang mereka pakai adalah Gayo Bean Arabika, jadi cukup aman di lambung, kalau-kalau masih ada yang berpikir bahwa minum kopi bisa bikin kembung. Bean mereka pun menurutku terbilang bagus dan segar, karena saat diolah menjadi latte, taste kopinya masih tetap kuat. Selain itu, aroma yang dikeluarkan juga begitu khas, menjadi kombinasi yang komplit, kan.
Aku justru menunggu kalau saja Coffee Cabin menambah olahan kopi lainnya, terutama Manual Brew yang sekarang banyak digemari para peminum kopi. Apalagi bagi orang yang tidak terlalu bisa mengonsumsi kafein dalam kadar tinggi, manual brew bisa jadi pilihan yang tepat. Tentunya, sembari menambah variasi kopi yang bisa dinikmati.

Meskipun digadang sebagai sebuah kedai kopi di area Budayaland, Budaya Coffee Cabin enggak melulu menyajikan kopi. Mereka juga memberikan banyak pilihan minuman bagi para pengunjung. Mulai dari olahan buah, soda, hingga sirup segar yang pas menjadi pelepas dahaga saat sudah berkeliling mencoba wahana yang ada.
Kemarin kami sempat mencoba Strawberry Sunkist (40K), Fresh Kiwi (35K), Kiwi Smothies (40K), Kurnia Lemonade, dan juga Ice Chocolate (30K) yang semuanya cukup untuk mengisi ulang tenaga yang berkurang. Pilihan minuman yang cukup banyak juga menjadi kelebihan tersendiri, terutama jika ada pengunjung yang datang bersama keluarga dan membawa anak-anak. Olahan jus dan cokelat pas dikonsumsi terutama oleh anak-anak.

Kurnia Lemonade ini jadi minuman terakhir yang kucicip sebelum pulang. Meskipun tergolong modern dan punya sajian western, cafe ini juga menyediakan minuman semua umat di Kota Medan. Apalagi kalau bukan sirup Kurnia. Iya, sirup yang sangat terkenal tiap bulan puasa ini juga menjadi salah satu bahan di Cabin. Segar, ringan, dan tanpa banyak campuran karena memang sudah manis. Cukup lah untuk recharge, plus tampilannya yang menawan ini memang konten-able banget.
Eats and Treats
Minum doang enggak bakal lengkap tanpa makan, dong. Di Budaya Coffee Cabin kami mencoba sajian pastanya yang punya porsi lumayan besar.

Jika Budaya Resto menyajikan makanan khas Indonesia, maka Budaya Coffee Cabin memberikan pilihan menu western yang bisa dipesan. Pilihanku jatuh pada Spaghetti Bolognese yang saus dan dagingnya nampol. Penyajiannya juga ciamik dan elegan. Jadi sebelum makan, memang sayang kalau gak berfoto dulu. Oiya, porsinya lumayan besar sih, jadi cukup bikin kenyang.


Seperti halnya kafe yang mengusung rasa nyaman, Coffee Cabin punya sudut-sudut yang asik sebagai lokasi ngobrol. Pilihan meja kursi juga enggak monoton jadi beneran bisa untuk sekadar santai atau berfoto ria ala-ala kekinian. Jika bosan di dalam, bisa pindah keluar dan duduk di bangku-bangku panjang yang mereka sediakan.
Menutup hari, kami memesan dua dessert yang malah bikin kami kenyang. Waffle dan Pancak yang disajikan dengan es krim vanilla sebagai kondimennya. bentuk waffle-nya juga enggak bulat atau petak seperti pada umumnya, melainkan bentuk daun yang lucu. Waffle cokelat ini juga bisa banget untuk sharing bareng temen ya, walaupun keliatan kecil, tapi aslinya porsinya cukup besar.
Bersantap ria di Budaya Coffee Cabin laksana memberikan hadiah pada tubuh, perut, dan mood. Makan lezat, minuman segar, dan suasana asik adalah perpaduan yang paling enggak ada obat. Tak menyesal jauh jauh ke Tanjung Morawa di akhir pekan untuk bisa merasakan kenikmatan ini. Mungkin lain kali aku harus bawa pasangan agar suasana menyenangkan ini tak lagi kunikmati sendiri.
Place: Budaya Coffee Cabin
Address: Jln. Medan-Tanjung Morawa Km. 12.5, berada di kawasan Budaya Resto