“Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna. Terhanyut aku akan nostalgi. Saat kita sering luangkan waktu, Nikmati bersama. Suasana Jogja.” – Kla Project
Aku lupa kapan pertama kali dengar lagu dari KLA Project ini. Barangkali saat masih duduk di sekolah dasar. Tapi sejak itu, aku punya keinginan besar untuk mengungjungi tempat yang ada di lagu ini, Jogja.
Untuk orang yang terbilang malas beranjak dari tempurung, melakukan perjalanan jauh adalah hal yang masih bisa dihitung jari bagiku. Tidak banyak, dan paling jauh mungkin hanya sebatas kampung halaman Bapakku, atau Jakarta tempat aku pernah magang waktu kuliah dulu. Sisanya? Mungkin aku terlalu nyaman dengan hidupku yang begini saja, enggak perlu kemana-mana. Sampai akhirnya bosan mendera, dan aku merasa memang perlu liburan, yang jauh, naik pesawat kalau perlu. Untuk itu, kota ini lah yang pertama kali muncul di pikiran. Jogja!
Yogyakarta adalah kota kedua yang kudatangi dengan niatan tulus untuk liburan, setelah Padang. Iya, aku hanya pernah pergi kedua tempat itu, kasihan sekali.
Sampai akhirnya pertengahan tahun ini, keinginan untuk jalan-jalan makin menggelora. Terlebih lagi, Netty, sahabat sejak kecilku itu mengajak untuk liburan dari penatnya pekerjaan dia di Bank. Bosan dengan uang uang orang, katanya.
Rencana perjalanan yang awalnya hanya akan kami lakukan berdua, berubah saat Muzdalifah, bukan mantan istri Nassar menyatakan ingin ikut. Begitu pula Kak Mirna, bukan tokoh dalam kasus kopi Vietnam ini juga mau ikut. Jadilah perjalanan ini kami lakukan berempat.
Dengan empat kali pemikiran, empat kali ide, dan empat kali kesenangan, Jogja menjadi kota yang sulit untuk kulupakan.
Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam, akhirnya kaki ini berpijak di tanah Jawa. Enggak perlu menunggu lama, kami pun menuju lokasi penginapan tempat kami bermalam dua hari pertama disana. Ada yang sedikit berbeda antara transportasi online di Jogja dengan di Medan. Kalau di Medan aku terbiasa pesan angkutan online dimanapun, beda dengan Jogja, terutama di daerah Bandara Adi Sucipto. Ada area larangan untuk transportasi online yang akhirnya mengharuskan kami berjalan kaki lumayan jauh dari Bandara untuk mencapai titik yang dibolehkan. Sedikit bikin aneh di awal, tapi pada akhirnya, memang harus menurut karena beda daerah, beda pula aturannya.
Dari titik yang ditentukan, kami pun bergerak ke Pasar Kembang, tempat kami menyewa kamar. Hal aneh lainnya pun terjadi ketika turun dari mobil, pandangan mata bapak-bapak tua tukang becak dayung yang menatap dari atas kepala hingga kaki membuat aku merasa enggak nyaman. Aneh menurutku.
Sampai akhirnya, kami sadar, daerah kami menyewa penginapan dikenal sebagai daerah lokalisasi disana. Gang-gang kecil itu dikenal sebagai tempat perempuan menjajakan diri. Tak ayal, banyak laki-laki di jalan itu, terutama saat malam.
Kami pun memilih tak terlalu ambil pusing, dan lanjut menikmati liburan.
Tempat pertama yang kami datangi adalah House of Raminten. Perut yang kosong dan badan yang lumayan capai setelah perjalanan, kami selesaikan di tempat ini.
Sayangnya, sangking terpukau dengan eksotiknya restoran ini, aku lupa mengambil foto interior di dalamnya, atau sekedar berfoto bersama ikonnya, Raminten.
Beberapa hal yang menarik dari tempat ini adalah makanannya yang relatif murah, pramusajinya yang menggunakan pakaian daerah, dan aroma khas kemenyan yang langsung menyeruak saat memasuki restoran ini. Unik menurutku, mengingat tidak pernah menemukan yang begini di Medan. Duduk berlesehan di lantai dua, kami memasan beberapa macam sajian. Dan aku, merasa wajib menikmati makanan khas Jogja, akhirnya memesan Gudeg. Sebenarnya di Medan pun ada salah satu tempat makan yang menjual gudeg. Hanya saja, menurutku, menyantap makanan di daerahnya langsung, adalah sesuatu yang berbeda.
Di Raminten, kami dikenalkan dengan salah satu kawan sekolah Muzda yang sedang menempuh pendidikan di Jogja. Darinya dan pacarnya, kami tau beberapa tempat yang perlu didatangi beserta cara untuk mendatanginya. We needed cars, absolutely. Perjalanan kami berikutnya pun mulai ramah dengan transportasi online, yang sebenarnya cukup costly, namun menjamin kami sampai ke tempat tujuan dengan nyaman.
Menginap di daerah Sarkem yang memang notabene dekat dengan Malioboro, membuat kami sombong dan memilih hanya berjalan kaki, ternyata capek juga, tapi sayang gak bikin kurus.
Malioboro memang punya sentuhan wisata yang menurutku terlalu sayang untuk dilewatkan. Pasar Beringharjo yang merupakan salah satu pasar tradisional di daerah ini menjadi sasaran kami berbelanja oleh-oleh. Disini, batik adalah hal wajib untuk dibeli. Waktu liburan yang sudah mendekati akhir pekan sebenarnya adalah salah satu penyebab liburan ini kurang maksimal. Jelas saja, beberapa spot wisata pun ramai. Begitu juga dengan tempat ini.


Sebelum berlibur kesini, ada beberapa tempat yang memang kuwajibkan untuk datangi. Taman sari ini salah satunya. Relik dan ornamen yang klasik membuat tempat ini menawan, terutama hari itu begitu cerah. Warna birunya langit memaksimalkan kepuasan berjalan-jalan saat itu.
Di taman sari, kami menyewa seorang pemandu. Bapak pemandu yang begitu baik itu mengajak kami berkeliling dan tentunya lengkap dengan segala penjelasan sejarah tempat ini. Bayarannya pun tergantung pada tamu. Tidak ada harga yang dipatok untuk sekali berkeliling. Dan menurutku, tidak ada salahnya menyewa guide, terutama jika itu adalah pengalaman pertamamu berkunjung.

Mengunjungi Candi Prambanan dan Borobudur menjadi destinasi utama dalam perjalanan ini. Bukan apa, rasanya ada yang kurang jika berkunjung ke suatu tempat tanpa mendatangi ikon dari tempat itu.

Menghabiskan empat malam dan lima hari di Jogja dengan ketiga perempuan ini adalah kenangan tersendiri. Walaupun aku dan Netty berteman sejak SD, untuk urusan liburan berdua, hanya pernah kami lakukan beberapa kali. Itupun beramai-ramai, dengan keluarga, atau kawan sekolah. Perjalanan ke jogja ini pun menjadi yang pertama bagi kami untuk berlibur berdua, tanpa keluarga.
Muzdalifah bukan mantan istri Nassar, Mirna bukan korban kopi racun adalah dua kawan yang aku temukan di tempat kerja baruku. Dua sosok yang berlainan denganku, dan anehnya, malah cocok denganku. Keikut sertaan mereka dalam perjalanan ini pun sebenarnya tanpa rencana. Hanya iseng, dan kejadian. Tapi menyenangkan. Kak Mirna yang menjelma jadi bendahara selama perjalanan, dan Muz yang menjadi adik paling kecil malah menambah asiknya petualangan. Ya, karena dua kegilaan kadang tak cukup, kau pun harus menambah dua dosis lagi. Itulah mereka.
Kopi Jos dan Angkringan adalah wisata hampir malam yang dikenalkan Ade, kawan Muzda bukan mantan istri Nassar. Disini, duduknya lesehan, tanpa kursi. Hanya tikar yang digelar di depan ruko-ruko. Tapi suasananya? Ramai, dan bersahabat. Aku belum pernah merasa nongkrong di pinggir jalan bisa semenyenangkan ini. Kopi jos ini salah satunya. Kopi yang disajikan dengan arang di dalamnya ini ternyata nikmat. Gak kalah dengan kopi hitam yang biasa kuminum di cafe. Harganya? Aku lupa, tapi yang jelas jauh lebih murah dari kopi-kopi pada umumnya.



Bagiku, Jogja adalah cinta dan perasaan damai yang ada di dalamnya. Pengalaman pertama ini pun terasa kurang maksimal, hingga aku benar-benar ingin kembali dan mengulanginya, lalu mengunjungi tempat lain yang belum terjamah kakiku.
Jogja adalah ketenangan, yang meskipun aku jauh dari cintaku, aku tidak sekalipun merasa sepi. Iya, Jogja memang semenarik itu.
Masih ada banyak tempat yang ingin kukunjungi di Kota ini. Aku belum ke pantainya, atau gunung yang ada disini. Aku belum mencoba semua kulinernya, dan jelas, belum merasakan bagaimana menghabiskan malam di kota ini, di ramainya jalan Malioboro. Belum cukup, dan mungkin tidak akan pernah cukup. Aku ingin datang lagi.
Keramahan dan kesederhanaan masyarakatnya, makanan tradisional, dan sentuhan kearifan yang membuatku ingin kembali, hingga tempat-tempat yang memberikan kesembuhan pada rasa penat, adalah sebagian kecil dari keindahan tempat ini. Di Jogja aku bertemu dengan kawan rasa keluarga, konflik yang muncul pun hanya berasa seperti gigitan semut gula, sebentar saja. Ahhh Jogja, aku bahagia.
I was here at the end of last year..
Kenangan Jogja masih segar heheh
SukaDisukai oleh 1 orang
Jogja memang istimewa ya kayak. Awak yg belum ke taman sari dan hutan Pinus 😦
SukaDisukai oleh 1 orang