Bukan.
Ini bukan tentang patah hati dan perempuan yang minum kopi sambil sesenggukan bertanya-tanya soal apa yang salah dengan caranya mencinta.
Bukan.

Merayakan tahun keenamku mengenal kopi, hari ini aku mau cerita sedikit tentang bagaimana minuman pahit ini menjadi hal yang kini kugemari. Seperti jebakan perasaan yang terlalu nyaman untuk ditinggalkan, aku memilih untuk menari dan menikmati tiap aral dari segelas kopi yang kuminum.
Percayalah, judul di atas beberapa kali berubah, hanya karena aku ingat, apa yang selalu membuatku ingin minum kopi lalu merasa candu, patah hati.
Iya, cakapku saja lah ini soal patah hati. Tapi akhirnya, minum kopi bukan lagi soal menyesap rasa pahit yang lalu diejawantahkan sebagai getirnya hidup, atau sakitnya lukamu saat hati yang begitu kau jaga justru memilih untuk pergi begitu saja.
Bukan, kopi tidak secengeng itu.
2013 menjadi tahun pertamaku benar-benar naksir pada kopi. Dulu, waktu masih kuliah, aku dan kawanku Sheila sering duduk di kantin perpustakaan USU sambil minum segelas cappuccino hangat. Kalian tau, cappuccino kemasan sachet yang harganya sekarang Rp 2.000 sebungkus itu pernah jadi minuman mewah untuk kami. Dulu harganya masih Rp 5.000, enggak tau sekarang berapa.
Di kantin perpustakaan itu pula aku dan kawan-kawan lain sering berdiskusi kelompok, atau kadang, sekadar mengerjakan tugas kuliah. Kalau sudah selesai, kami akan beralih dengan obrolan-obrolan yang cenderung absurd, walau sebagian lebih banyak realitanya. Ditemani cappuccino yang ternyata lebih enak disajikan dingin, begitu banyak ide-ide dan mimpi yang pernah kami bicarakan. Aku malah ingat satu tema yang paling jarang kami bicarakan saat minum kopi waktu itu, soal hati, cinta, atau apapun itu sebutannya. Mungkin saat itu, persoalan hati belum terlalu penting untuk dibicarakan dengan ditemani secangkir kopi.
Setelah menjadi seorang reporter di salah satu majalah lokal di Medan, aku mulai menjajal banyak hal baru yang belum pernah kualami. Bertemu orang baru, hobi baru, dan perasaan-perasaan baru adalah hal-hal yang begitu luar biasa waktu itu. Tahun itu pula, aku mulai merasakan enaknya kopi tanpa gula. Bukan lagi kopi sachet yang sudah bercampur dengan gula dan perasa, tapi benar-benar kopi hitam dengan rasa pahit yang anehnya, nikmat di lidah.
Kopi hitam pertama yang kuminum waktu itu adalah Kopi Toraja, bukan Gayo atau malah Mandheling. Aku juga gak tau kenapa aku lebih memilih biji kopi itu dibandingkan kopi lainnya. Itu sebabnya, untuk beberapa kesempatan yang kunikmati sendiri, aku lebih memilih menyeruput kopi Toraja. Rasanya seperti sebuah kenangan manis.

Seperti halnya mencintai sesuatu, kegiatan minum kopi ini pun akhirnya menjadi kebiasaan. Mulai hampir candu karena rasanya ada yang kurang jika sehari saja tak merasakan pahitnya.
Layaknya sebuah kebiasaan, aku mulai melunturkan ekspektasi pada tiap kopi yang kuminum, pada tiap kedai kopi yang kukunjungi, sendiri ataupun komunal. Bagiku, minum kopi seperti sebuah ritual yang menyenangkan, bukan magis dan sakral seperti pernikahan. Ah kenapa jadi bahas ke arah itu ya.

Jika bicara soal kopi, aku selalu punya rekan wajib mengunjungi kedai kopi, paling sering bareng Wina, sebelum dia akhirnya memilih untuk lebih punya banyak cuan di negeri orang. Selain itu bareng Tika, Yeyen, dan Yasmin, yang walaupun gak bisa minum kopi, Yasmin selalu semangat ngajak ke kedai kopi baru. Biasanya karena alasan konten.
Kopi ini pula lah yang menjadi teman saat masa terpuruk dari sejarah hatiku, akhir tahun lalu. Aku bahkan enggak bisa membedakan mana kopi yang enak, karena semuanya terasa sama. Bahkan kopi susu pun bisa terasa sangat pahit.
Bagi beberapa orang, kopi mungkin jadi minuman pemulai hari. Penambah semangat dalam sebuah cangkir. Tapi bagiku di bulan itu, kopi adalah obat. Obat dari luka yang tidak berdarah, namun efeknya seperti orang kehabisan darah.
Aku mulai kembali menyicip kopi instan botolan yang dijual di minimarket hanya untuk tetap merasakan pahit manis di lidah. Tapi aku sadar, yang salah bukan lah indra pengecapku. Jiwa yang sedang tak baik-baik saja lah yang membuat segala indra di badan jadi salah melulu.
Kalian tau, kopi menjadi obat luka, kadang lebih hebat daripada obat merah. Karena luka itu tidak nyata. Cuma kau yang rasa. Mereka yang menemanimu hanya khawatir kalau yang kau minum bukan hanya kopi, bisa jadi kau mencampurnya dengan hal-hal lain yang malah mengancam. Kadang aku geli sendiri kalau ingat betapa aku jatuh dan terseok, lalu secangkir kopi di atas meja membantuku sadar bahwa hidup jauh lebih berharga daripada mengasihani badan yang masih mencinta dengan tiada logika.

Sekarang aku masih suka minum kopi, masih sedikit candu, namun tanpa patah hati. Diantara sebegitu banyaknya kopi-kopi franchise kekinian yang muncul, aku masih suka dengan kedai kopi biasa yang baristanya bisa memberikan informasi minuman yang mereka sajikan.
Kau bagaimana? Suka minum kopi?
baca cerita orang tentang kopi enak kali, tapi sayang ga bisa minum kopi sering sering, soalnya abis minum kopi bukannya malah melek, tapi malah enak tidur, jadi kurang bisa menikmati kopi
SukaDisukai oleh 1 orang
Hai Rif…
Hahahaha.. Aku juga sebenarnya gitu, abis ngopi malah ngantuk, tapi cuma berlaku untuk kopi yang pakai susu, sih.
Sisanya malah gak bikin melek dan ngantuk, berasa kayak air aja gitu…
SukaDisukai oleh 1 orang
kayaknya kalo gak ngopi berasa ada yang hampah gitu
SukaDisukai oleh 1 orang
Hahaha iya, Kyo juga?
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku salah satu penikmat kopi tapi tidak terlalu rutin untuk mengkonsumsinya hingga candu. Yeah, aku cukup candu dengan si abang itu tapi sudah berlalu dan menjadi masa lalu. No patah hati lagi ah, slurpp kopi aja biar adem,hihihi
SukaDisukai oleh 1 orang
Lho lho… Udah enggak sama dese lagi? Kok jadi curhat ya.
Hahahahha.
SukaDisukai oleh 1 orang
apalah dayaku, kuhanya mampu berkenalan dengan secangkir kopi, tapi tidak sempat bertukar nomor WA dengannya, alhasil hanya bisa angguk angguk oh ini enak, oh ini gak enak. tapi perihal mengenal rasanya lebih lanjut, aku belum kenalan . . .
hehehehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Kamu lagi bahas kopi yang mana? Aku kira kerja di salah satu perusahaan kopi gede di Medan, bisa bikin kamu kenalan sama banyak rasa kopi.
SukaDisukai oleh 1 orang
hingga kini masih setia dengan cappucino sachet
SukaDisukai oleh 1 orang
hahahaha, aku juga kalau lagi jalan jauh dan jumpanya warung, minumnya juga yang sachet kak. Ada rasa yang khusus dia dibandingkan minum kopi yang fancy.
SukaDisukai oleh 1 orang
Mau ngumpulin orang-orang yang suka pergi ke coffee shop tapi jarang mesen yang da kopinya~
Aku kali kayanya ya kak suka pergi ke kedai kopi baru demi sebuah pengalaman. Kalo udah dapat yang cozy rasanya malah jadi males mengeksplor. Udah nyobain nongkrong di moscot.co ga kak? Tempatnya cozy, aku sering di situ sih. Btw aku penasaran sama Miel, kayanya tempatnya asik ya di situ.
SukaDisukai oleh 1 orang
Kalau aku sih berhubung punya kawan yang juga doyan ngopi, jadi khazanah nya nambah.
Miel nyaman tuh, aku bilang sih cozy enough untuk jadi temen main laptop. Tapi mereka buka cuma sampai jam 5 sore aja.
Moscot baru kudatangi hari minggu lalu. Tempatnya asik, kopinya enak. Mungkin bakal kesitu lagi entar.
SukaDisukai oleh 1 orang
Minum juga , tapi agaknya bukan ‘real coffee drinker’ . Masih mau yg sachetan juga π Kalo yang diolah dari biji kopinya langsung, biasa minta dibuatkan partner di rumah karena dunia dia juga gak jauh dari perkopian..
SukaDisukai oleh 1 orang
Hai, Dana Anjani. Senang sekali menemukan tulisan ini. Indah dan damaaai sekali. Kemudian aku tersentil oleh kalimat-kalimatmu. Dan membawaku ke rentetan kejadian di masa lalu. Bicara kopi, dulu sekali, aku penikmat, tidak sampai candu sepertimu. Karena kopi, aku menemukan hobi baru, yaitu membaca. Tahun berapa yaa, lupa. Karena kopi, aku bertemu seseorang yg istimewa, karena kecintaan kami pada kopi sama, kami hampir menikah, lalu gagal.
Kopi memang indetik yaa, selalu punya arti dan kisahnya tersendiri bagi penikmatnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Hi.. π
kirain beneran soal patah hati lalu aku kepo.. eh ternyata cuma cerita tentang secangkir kopi yang memang cocok dengan segala suasana hati..
i like the way you write..
love itπ
SukaSuka
Welcome to my blog, Kak Ied. Selamat mengecap rasa yang tertuang dalam baris kata. Eaaaa
SukaSuka